Kamis, 18 November 2010

kau

Kau, dengan senyum nakal cenderung binal. Aku menghela napas, tersengal-sengal.

Kau. Ketika rumus fisika majal, matematika menemui ajal, kimia tak lagi berguna, dan biologi hanya kata tanpa arti.
Kau, tak terdefinisi.

Kau, imajinasi tak terjangkau logika. Aku, mencoba menyelami celah dibalik kamar usang bernama: rasa.

Kau, rangkaian nada yang berdenting mengiring harmoni. Aku, terdiam mengurai dan menyesap setetes rindu.

Kau, dengan aliran airmata yang membuat untaian kata tak lagi bermakna. Aku, membeku. Terpaku.

Kau, pelangi hitam putih. Yang mengalahkan keindahan prisma matahari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar